Senin, 27 Juli 2009

Meng-uangkan Sampah Kota



Sampah kota telah menjadi permasalahan besar di hampir semua kota besar di Indonesia. Volume sampah semakin hari semakin bertambah berbanding lurus dengan pertambahan jumlah penduduk. Untuk di Indonesia selain tidak ada pemisahan antara sampah organik dan anorganik yang cukup merepotkan pada pengolahan sampahnya juga kesadaran masyarakat untu membuang sampah di tempat yang disediakan perlu dibudayakan dan ditingkatkan. Tidak sedikit juga masyarakat yang membuang sampahnya ke sungai yang potensial dan sudah beberapa kali terbukti sebagai salah satu penyebab banjir. Berbagai program digulirkan pemerintah untuk merubah perilaku masyarakat tersebut ditambah biaya besar, tetapi seberapa efektif perlu kita cermati dan analisis bersama. Hampir semua tempat pembuangan akhir sampah ini terlihat kumuh dengan bau yang tidak sedap. Lingkungan sekitar tempat pembuangan akhir otomatis adalah lingkungan yang tidak sehat.

Salah satu masalah lingkungan hidup yang memerlukan penanganan serius adalah lingkungan hidup perkotaan, yaitu pencemaran tanah, air dan udara. Sampah adalah sumber utama pencemaran tanah dan air. Volume sampah di kota-kota besar di Indonesia terus bertambah, seiring dengan pertambahan penduduk. Jumlah sampah di kota metropolitan Jakarta rata-rata 0,65kg, di Surabaya 0,52 kg dan Bandung 0,50 kg/orang/hari. Dengan jumlah penduduk sekitar delapan juta jiwa, DKI Jakarta setiap hari menghasilkan sekitar 6.250 ton atau sekitar 25.650 meter kubik. Jika sampah sebanyak ini diangkut dengan truk berkapasitas lima ton-seukuran truk kebersihan kota Jakarta-setiap hari akan terjadi antrean 1.250 truk menuju tempat pembuangan sampah.


Volume sampah yang dihasilkan suatu komunitas kota sangat besar tiap harinya dan cenderung meningkat. Tempat pembuangan akhir dalam waktu singkat akan segera overload untuk kapasitas sampah tersebut. Simak saja seperti kota Depok yang diperkirakan hanya mampu sampai 2013, Yogyakarta sampai 2012, dan Jakarta sudah sangat sering terusik oleh masalah sampah ini. Dan ketika tempat pembuangan akhir hendak diperbesar kapasitasnya dengan menambah alokasi lahan, simaklah betapa banyak masyarakat yang keberatan hingga berdemo untuk menolak rencana tersebut. Pola sistem sanitary landfill (penumpukan sampah) di TPA itu sudah dinilai tak sesuai dengan kondisi zaman. Tak hanya itu, pola tersebut juga bisa membahayakan warga sekitarnya semisal longsor karena tingginya tumpukannya. Belum lagi, sering terjadinya ledakan sampah akibat gas metan yang pada akhirnya menimbulkan kebakaran. Selain masalah daya tampung tempat pembuangan akhir, jumlah armada pengangkut juga belum mencukupi sehingga banyak sampah tetap mencemari lingkungan dan berakibat buruk pada kesehatan.



Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi sampah kota ini yang jumlahnya bisa mencapai puluhan ton dan menggunung tergantung jumlah penduduk di kota tersebut. Pembusukan yang menghasilkan bau yang tidak sedap dan gas metana ini perlu mendapat penanganan serius dan professional. Ada sejumlah cara yang digunakan untuk mengatasi masalah sampah ini, tetapi cara terbaik dengan seluruh sampah bisa dimanfaatkan dan bernilai tambah secara optimal adalah keinginan semua pihak.


Hingga saat ini, penanganan sampah tersebut belum optimal. Menurut BPS tahun 1999, baru 11,25% sampah didaerah perkotaan yang diangkut petugas, 63,35% ditimbun/dibakar, 6,35% sampah dibuat kompos, dan 19,05% sampah dibuang ke kali/sembarangan. Sedangkan didaerah pedesaan sebanyak 19% sampah diangkut oleh petugas, 54% ditimbun/dibakar, 7% sampah dibuat kompos dan 20% dibuang ke kali/sembarangan.

Cara paling mudah adalah dilakukan sortasi antara sampah organik dan sampah anorganik. Pemulung hanya mengambil bahan-bahan yang laku dijual mulai dari logam, kardus dan plastik tipe tertentu. Sedangkan sampah organik setelah dipisahkan bisa diolah lebih lanjut menjadi kompos. Lalu bagaimana dengan sampah plastik yang tidak diambil pemulung dan tidak bisa diurai tanah (non-recycle and non-reuseable plastic)?

Teknologi pirolisis kontinyu mampu mengolah limbah tersebut hingga menjadi produk bahan bakar yang bernilai jual. Plastik adalah produk turunan dari minyak bumi yang komposisinya adalah hidrokarbon, ketika bahan tersebut dipirolisis maka produk berupa hidrokarbon kembali terbentuk dan Anda bisa segera mengaplikasikan sebagai bahan bakar komersial sebagai substitusi minyak tanah. Jika tidak memiliki resource untuk mengolah sampah organik menjadi kompos alternatif dengan pirolisis bisa menjadi solusi terbaik, produk arang, biooil akan bisa kita ambil dengan nilai jual tinggi, sedangkan syngas potensial sebagai pembangkit listrik.

Cara lain yang juga tidak kalah praktis adalah membakarnya langsung dalam incinerator. Memang terlihat praktis tetapi ada berbagai side effect penggunaan incinerator antara lain pembakaran menimbulkan polusi udara tinggi, panas pembakaran tidak te-recovery, dan hanya dihasilkan abu yang nilai jualnya sangat rendah. Energi semestinya dimanfaatkan dengan bijak apalagi era krisis energi membayangi di depan mata. Pilihan ada di tangan Anda, apakah tetap mempertahankan cara lama dengan banyak efek negatif bagi lingkungan dan nyaris tanpa nilai tambah ataukah menggunakan pilihan teknologi yang mampu menjadi solusi sampah tersebut dan menghasilkan produk energi yang memang sangat dibutuhkan oleh semua pihak?



Ban-ban bekas mobil atau truk Anda menumpuk dan hanya menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Daerah-daerah pertambangan dengan ribuan dumptruck-nya ataupun perkotaan besar mengalami masalah untuk mengolah tumpukan bekas. Mengapa tidak mengolahnya lagi menjadi produk bahan bakar yang memang akan selalu Anda butuhkan? Teknologi pirolisis kontinyu kembali mampu memberikan solusi bagi Anda. Ban yang pembuatanya berasal dari material antara lain karet, arang, dan berbagai hidrokarbon sebagai perekat campurannya akan kembali terdekomposisi menjadi produk bahan bakar cair dan padat. Syngas yang dihasilkan akan optimal sebagai pembangkit listrik Anda. Masalah Anda teratasi, tidak menimbulkan kerusakan lingkungan dan mendapatkan nilai tambah dari produk akhirnya. Selain analisis ekonomi dan aspek lingkungan, tools neraca massa dan neraca energi akan Anda butuhkan untuk menganalisis seberapa efektif teknologi ini. Dan akhirnya pilihan ada di tangan Anda!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar