Sabtu, 26 Desember 2009
What they say about biochar?
BILL MCKIBBEN - "If you could continually turn a lot of organic material into biochar, you could, over time, reverse the history of the last two hundred years…"
DR. TIM FLANNERY - "Biochar may represent the single most important initiative for humanity's environmental future...."
DR. JAMES LOVELOCK - "There is one way we could save ourselves and that is through the massive burial of charcoal."
From http://unfccc.int/ on the home page that opens, scroll down a bit to Decisions adopted by COP 15 and CMP 5
Look in the right column under CMP, download the PDF named "Further guidance relating to the clean development mechanism"
Paragraph 33 states:
33. Invites interested entities to submit methodologies, considering the current work of the Executive Board and the Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice, on new technologies that have the potential to reduce in net terms the concentration of carbon or carbon dioxide already in the atmosphere.
Biochar sequestration can be considered not merely carbon neutral, but actually a carbon negative strategy, because it results in a net decrease in atmospheric CO2 and other GHGs over long periods. That is, rather than allowing biomass (which removes carbon from the atmosphere to grow) to decompose and re-emit the CO2 or even produce more potent methane under anaerobic conditions, or by being eaten by termites, etc., pyrolysis will sequester the carbon. This will remove circulating CO2 from the atmosphere and store it in virtually permanent soil carbon pools. In addition, the bio-oil produced can be used to displace fossil liquid fuels, further reducing the net emissions of CO2.
Because the agrichar (biochar) does not readily break down, it could sequester for thousands of years nearly all the carbon it contains, rather than releasing it into the atmosphere as GHG carbon dioxide. It is believed that this soil amendment
could boost agricultural productivity through its ability to retain nutrients and moisture. Terra Preta is a highly productive type of soil created in the Amazon jungle of Brazil by pre-Colombian native Indians, by incorporation of charcoal.
Sabtu, 05 Desember 2009
Mengubah Limbah Organik Menjadi Uang
Berbagai cara telah dicoba untuk mengatasi masalah limbah tersebut. Manajemen limbah pada tahap pertama adalah mengurangi dampak pencemaran lingkungan, kemudian tahap kedua bagaimana mengolahnya sehingga memberi nilai tambah. JFE memberi solusi yang memuaskan dengan mengolahnya menjadi produk bermanfaat dan bernilai ekonomi tinggi, dan teknologi modern dengan pilihan kapasitas 60 ton/hari bahan baku dan 200 ton/hari bahan baku.
Teknologi kami akan mengolah limbah organik tersebut menjadi produk utama biochar (arang) atau torrified wood, sedangkan produk sampingnya biooil dan biogas (syngas). Konversi bahan mentah ke biochar kurang lebih 30%, sedangkan ke torrified wood bisa mencapai 50%. Berarti semua produk dapat terambil baik padat (arang atau torrified wood), cair (biooil) dan gas (syngas atau biogas), tentu hal tersebut akan memaksimalkan keuntungan. Selain itu proses pengolahan limbah tersebut juga ramah lingkungan dengan emisi gas buang jauh dibawah standar emisi yang dipersyaratkan. Biooil dan syngas (biogas) potensial untuk dijadikan bahan bakar sehingga akan mengefisienkan kebutuhan energi atau bahan bakar pabrik utama. Biooil juga potensial untuk bahan baku berbagai bahan kimia dengan purifikasi lanjut. Bandingkan adakah teknologi serupa yang bisa memberi solusi memuaskan masalah limbah padat organik pabrik Anda?
Biochar memiliki kegunaan terutama untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman dan menyerap karbon di atmosfer. Isu perubahan iklim berupa pemanasan global akibat gas rumah kaca membuat biochar punya peran besar untuk mereduksi gas rumah kaca di atmosfer. Biochar akan ditanam didalam tanah yang digunakan tersendiri ataupun diperkaya dengan pupuk organik lainnya atau sebagai aditif kompos, bahkan dengan tambahan kotoran sapi dan disterilkan sampai 300 C atau membunuh bakteri patogen, akan menjadi media tanam berkualitas tinggi.
Torrified wood memiliki kegunaan terutama untuk bahan bakar yang stabil dengan nilai kalor mendekati batubara, sehingga aplikasinya untuk subtitusi batubara yang banyak digunakan di pembangkit listrik. Bahan baku berupa limbah, jumlah berlimpah, dan kandungan sulfur rendah atau nyaris nol, adalah keunggulan torrified wood. Teknologi pirolisis kontinyu kami bisa menghasilkan kedua macam produk tersebut, tinggal diset sesuai keinginan dan kebutuhan pasar.
Kamis, 10 September 2009
Pengolahan Limbah Biomassa Menjadi Produk-Produk Bermanfaat Bernilai Ekonomi Tinggi
Indonesia sebagai negara tropis kaya akan sumber alam hayati. Berbagai biomassa banyak dijumpai yang dianggap sebagai limbah, sebagai contoh limbah pertanian, perkebunan, hutan dan sebagainya. Pada proses pengolahan sumber daya alam hayati tersebut juga dihasilkan limbah biomassa, sebagai contoh industri penggergajian kayu (sawmill) akan dihasilkan serbuk gergaji, industri penggilingan padi akan dihasilkan sekam, industri CPO (crude palm oil) akan dihasilkan cangkang sawit, tandan kosong dan serabut, industri minyak kelapa akan dihasilkan tempurung kelapa. Industri-industri pengolahan tersebut hampir tersebar pada semua daerah di Indonesia. Hal ini mengingat Indonesia merupakan negara tropis sehingga berbagai komoditas pertanian, perkebunan dan hutan pada semua wilayahnya. Proses penghancuran limbah secara alami berlangsung lambat, sehingga tumpukan limbah dapat menganggu lingkungan sekitarnya dan berdampak terhadap kesehatan manusia. Padahal, melalui pendekatan teknologi, limbah pertanian atau perkebunan tersebut dapat diolah lebih lanjut menjadi bernilai guna dan bernilai ekonomi tinggi.
Limbah-limbah biomassa tersebut jumlahnya sangat melimpah, sehingga berpotensi mencemari lingkungan dan belum dimanfaatkan secara optimal. Luas area hutan Indonesia pada tahun 2005 sebesar 88,50 juta ha, dengan ekspor kayu gergajian pada tahun 2002 sebesar 0,39 juta m3/Cu M, maka limbah berupa sawdust yang dihasilkan akan sangat besar, dan saat ini banyak dibuang ke sungai sehingga mencemari lingkungan sekitar. Sedangkan sekam padi yang komposisinya 20-23% dari gabah. Pada tahun 2009 saja dengan produksi gabah sekitar 63,84 juta ton, maka jumlah sekam yang dihasilkan lebih dari 14,6 juta ton.
Cangkang sawit dan fiber pada pabrik pengolahan kelapa sawit digunakan bahan bakar boiler, tetapi jumlahnya berlebih dan sisanya menjadi limbah. Indonesia sebagai produsen kelapa sawit nomor satu didunia pada tahun 2009 tercatat dengan produksi sekitar 22 juta ton dengan luas lahan 7 juta ha, dengan produktivitas lahan rata-rata 30 ton TBS/ha. Maka produksi kelapa sawit diperkirakan 140 juta ton. Dan cangkang sawit dihasilkan sebesar 9,1 juta ton, dengan sebagian misalnya 50% digunakan sebagai bahan bakar boiler di pabrik, maka limbah cangkang sawit masih sangat besar yakni 4,55 juta ton.
Untuk kelapa, Indonesia memiliki 3,712 juta hektar (31,4% luas kebun kelapa dunia) dan merupakan perkebunan kelapa terbesar di dunia. Dengan produksi kelapanya menduduki urutan no. 2 setelah Filipina, dengan produksi 12,915 milyar butir (24,4% produksi dunia). Dengan berat sebuah kelapa rata-rata 1,5 kg, maka potensi tempurung kelapa Indonesia yaitu 2,3 juta ton/tahun. Dan masih banyak limbah biomassa dari pengolahan limbah-limbah agroindustri yang lain.
Seiring kebutuhan energi yang terus meningkat maka limbah-limbah biomassa tersebut berpotensial digunakan pembangkit energi. Upaya meningkatkan kualitas bahan bakar dari biomassa adalah melalui proses pirolisis. Pirolisis adalah penguraian bahan organik secara termis, yaitu dengan memberikan panas pada bahan organik hingga terdekomposisi. Perbedaan dengan pembakaran biasa adalah pada pirolisis keberadaan oksigen dikontrol atau bahkan ditiadakan. Pirolisis merupakan salah satu metode untuk mengubah biomassa menjadi bahan bakar stabil. Keuntungannya adalah bahan bakar yang dihasilkan tidak menimbulkan asap, bernilai kalor tinggi dan menurunkan biaya transportasi bila dibandingkan dengan biomassa dalam keadaan awalnya.
Kenaikan nilai kalor didapat pada proses pirolisis ini, sebagai contoh arang yang dihasilkan dari pirolisis mempunyai nilai kalor 2 kali nilai kalor kayu bakar pada berat yang sama. Arang dengan komponen penyusun utamanya berupa karbon dapat digunakan sebagai bahan bakar, filter atau penjerap dengan diolah menjadi karbon aktif, pewarna dengan diolah menjadi karbon black, arang briket untuk sumber energi, biochar untuk aplikasi di pertanian dan berbagai kebutuhan industri kimia lainnya. Penggunaan arang yang lain sebagai reduktor sebagaimana halnya coke pada industri logam, karena mengandung karbon bebas yang tinggi (>70%).
Di negara-negara empat musim yang mengalami musim dingin sehingga membutuhkan pemanas ruangan, maka arang dapat digunakan dengan membakarnya pada tungku. Dengan sebelumnya dibriket sehingga memiliki bentuk kompak dan ekonomis untuk transportasi. Kelebihan arang untuk bahan bakar antara lain, tidak berasap, tidak berbau, api tidak memercik, tidak mengandung belerang, nilai kalor yang tinggi dan sisa pembakaran berupa abu yang dapat digunakan sebagai pupuk organik. Penggunaan lain adalah untuk memasak, membakar daging / barbeque, atau sisha, karena tidak merusak citarasa masakan. Untuk transportasi dan distribusi supaya ekonomis maka arang dipadatkan atau ditingkatkan densitasnya dengan cara dibriket.
Selain untuk pasar lokal, hal ini memungkinkan briket untuk memenuhi kebutuhan eksport. Beberapa negara tujuan eksport briket arang dari Indonesia antara lain Eropa, Korea Selatan, Jepang dan negara-negara Timur Tengah. Dengan dibriket maka waktu nyala akan lebih lama dan memiliki volume yang kecil. Pembriketan adalah cara meningkatkan densitas suatu bahan dan sering digunakan perekat untuk membuatnya. Alat berupa hidrolik press maupun ekstruder biasa digunakan untuk membuat briket arang ini. Hal ini tergantung pada bahan baku dan bentuk briket yang diinginkan. Untuk jenis briket yang menggunakan perekat maka pemilihan perekat adalah hal penting karena akan mempengaruhi mutu briketnya. Pengunaan perekat yang tepat membuat briket tidak berbau dan merusak citarasa ketika digunakan, pati adalah bahan perekat yang biasa digunakan sebagai perekat briket.
Aplikasi lain dari arang untuk wilayah pertanian juga tidak kalah menarik. Arang mampu meningkatkan kesuburan tanah, karena sebagai produk yang porous (berpori) akan mampu untuk menahan air dan nutrien tanah dari pencucian. Selain itu arang mengandung mikroelement sebagai nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Arang dicampurkan dengan pupuk organik selanjutnya disterilisasi untuk media tanam, khususnya untuk model pertanian hidroponik. Daerah-daerah padat penduduk seperti perkotaan akan mampu mengembangkan model pertanian modern misalnya untuk menanam sayuran dengan media tanam ini. Hasil akhir dari pertanian berupa perbaikan pertumbuhan dan produktivitas panen telah terbukti dengan mengaplikasikan arang di tanah.
Lehmann, Professor dan Peneliti dari Cornell University dan berbagai tempat didunia telah membuktikan secara ilmiah pengaruh arang terhadap kesuburan tanah. Efek lain penggunaan arang ke dalam tanah adalah untuk mereduksi pemanasan global (global warming), yakni dengan cara mengikat gas rumah kaca dari atmosfer seperti CO2. Pengikatan CO2 ke dalam tanah juga berakibat baik bagi pertumbuhan tanaman. Teknologi untuk mereduksi global warming sedang dikembangkan saat ini dan belum ditemukan teknologi yang efektif dan bisa diaplikasikan secara masal selain menanam arang ke tanah.
Produk samping dari pirolisis –dengan pilihan teknologi kami, menggunakan pirolisis cepat- untuk memproduksi arang sebagai hasil padatnya (core product) adalah syngas dan biooil (side product). Syngas dapat digunakan untuk keperluan sebagai pembangkit listrik di daerah setempat dan biooil banyak digunakan untuk aplikasi energi dan bahan kimia lainnya. Untuk energi biooil bisa digunakan sebagai bahan bakar boiler dengan sedikit ada modifikasi pada burnernya. Sedangkan berbagai penelitian terbaru biooil digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel dan biopolimer. Sedangkan aplikasi yang lebih luas dari biooil juga sedang dikembangkan untuk berbagai industri kimia.
Pengolahan limbah biomassa sebagai produk-produk bernilai ekonomi tinggi akan memiliki banyak keuntungan antara lain mencegah penggundulan hutan, menghemat bahan bakar fossil, mengurangi pencemaran lingkungan, mencegah kelaparan dan memperkuat sektor pangan, mereduksi gas rumah kaca dan menjadi kegiatan produktif bernilai ekonomi dengan mengolah limbah biomassa yang pada awalnya bernilai ekonomi rendah menjadi produk-produk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dan kelestarian lingkugan. Dan konsep Zero Waste Activity bisa kita mulai dari sini. JFE menyadari sepenuhnya bisnis adalah market driven activity dan dengan Teknologi Pirolisis Kontinyu, akses pasar yang luas dan didukung lembaga risetnya (basic,applied maupun development research) siap menjadi mitra bisnis Anda untuk mengatasi limbah biomassa dan menjadikannya kegiatan bisnis yang menguntungkan.
Senin, 27 Juli 2009
Teknologi Pirolisis Kontinyu : Solusi Energi Terbarukan Berkelanjutan
Pada beberapa tahun mendatang sektor energi akan menghadapi kompleksitas masalah yang saling terkait antara tantangan perekonomian, geopolitik, teknologi dan lingkungan. Pertambahan penduduk yang terus meningkat di negara-negara berkembang memerlukan pasokan energi yang cukup besar baik bagi kepentingan masyarakat pedesaan maupun masyarakat urban. Konsumsi energi di negara berkembang akan meningkat sebanyak empat kali lebih besar dari kebutuhan energi negara-negara maju. Di negara-negara maju, dorongan pertambahan pemakaian energi terutama disebabkan oleh adanya perubahan gaya hidup dan teknologi masa depan. Sementara pasokan sumber energi konvensional khususnya minyak dan gas bumi akan mulai menurun magnitude-nya. Pada saat ini, 85 persen dari produksi komersial energi masih berbasis bahan bakar fossil. Meskipun peranan bahan bakar fossil masih akan sangat penting, namun pengaruhnya secara berangsur-angsur akan diambil alih oleh sumber-sumber energi baru dan terbarukan (new and renewable resources).
Pernahkah Anda berpikir untuk mengatasi limbah organik, menjadikan lingkungan lebih sehat sehingga menjadi aktivitas yang zero waste dan menjadikannya produk akhir yang bernilai tambah?
Adakah teknologi mampu mengolahnya ?
Selamat datang di JFE Project, yang memberi solusi masalah limbah organik Anda dan akan mengubahnya menjadi produk energi terbarukan berkelanjutan.
Apa saja limbah organik yang bisa kami proses ?
• Limbah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) –Tandan kosong, serabut, cangkang
• Sampah kota –plastik bernilai ekonomi rendah dan tidak bisa didaur ulang (non recycle dan non-reuseable), ban bekas dan sebagainya
• Limbah Pabrik kopra – tempurung, sabut
• Limbah Pabrik Gula-bagasse
• Limbah Industri Kayu –serbuk gergaji, serpihan kayu
• Limbah biomassa hutan-daun dan ranting-ranting
• Limbah pertanian dan perkebunan –tongkol jagung, kulit kopi
• Pulp Mill Sludge
• Berbagai limbah organik lainnya
Produk yang dihasilkan dari pirolisis kontinyu kami:
• Arang (Biochar)
• Torrified Wood
• Arang Aktif
• Briket Arang
• Biooil
• Syngas
Semua produk bernilai jual tinggi, sangat dibutuhkan dan nilai kemanfaatan yang tinggi.
Bagaimana teknologi pirolisis kontinyu kami melakukannya?
Pirolisis adalah proses mendekomposisi bahan organik menjadi bahan yang stabil dengan menggunakan aplikasi thermal dan hampa udara. Dengan proses pirolisis tersebut bahan baku berupa limbah organik akan terdekomposisi menjadi arang, biooil, dan syngas. Biooil dan syngas potensial untuk pembangkit listrik dan panas yang sangat dibutuhkan oleh proses industri.
Mengapa menggunakan teknologi pirolisis kontinyu ?
Teknologi pirolisis telah mengalami perjalanan yang panjang sejak pertama kali dikenal manusia ribuan tahun yang lalu. Teknologi pirolisis kami –sedang dalam proses paten- dijalankan secara otomatis yang computerized dan mampu mengubah limbah organik tersebut menjadi produk bernilai jual tinggi, mudah dalam pengoperasian, ramah lingkungan dan standar safety yang tinggi. Proses kontinyu membuat ukuran pabrik kami kecil dan bekerja dalam kapasitas menengah hingga besar. Aspek lingkungan menjadi fokus kami terbukti dari level emisi gas buang jauh dibawah ambang batas yang dipersyaratkan dan opasitas 0%.
Komparasi dengan pengolahan limbah saat ini :
• Incinerator . Untuk mengurangi konsentasi limbah organik, incinerator digunakan untuk membakar limbah organik tersebut, selain polusi udara yang ditimbulkan besar, panas proses pembakaran hanya dibuang percuma dan produk akhir yang dihasilkan hanya abu yang nilai ekonomisnya sangat rendah. Cara ini masih banyak dilakukan saat ini seperti di pabrik kelapa sawit dengan membakar tandan kosong dan sabutnya dan pada sampah kota yang jumlahnya bisa mencapai ratusan ton dan meresahkan masyarakat, ketika pemulung telah melakukan sortasi, sisa limbah organik memang masih bisa dikomposkan, tetapi limbah seperti plastik tertentu yang tidak bernilai jual rendah dan tidak di recycle hanya dibakar atau ditimbun saja. Plastik dan ban-ban bekas yang material dasarnya banyak menggunakan hidrokarbon mengapa tidak dikembalikan menjadi hidrokarbon sebagai bahan bakar, sedangkan krisis energi di depan mata? Incinerator tidak bisa melakukannya.
• Pirolisis Batch. Saat ini banyak pirolisis batch yang prosesnya tidak ramah lingkungan indikasinya antara lain dari warna dan jumlah asap yang ditimbulkan. Selain itu sejumlah proses pirolisis batch menggunakan bahan bakar eksternal secara terus menerus sehingga biaya produksi pirolisisnya besar.
• Pirolisis Kontinyu. Dimensi alat pirolisis kontinyu kami jauh lebih kecil dibandingkan pirolisis batch pada kapasitas produksi yang sama. Bahan bakar hanya misalnya fossil fuel atau LNG dibutuhkan pada awal proses saja, setelah itu proses akan berjalan dengan menggunakan bahan bakar syngas yang dihasilkan, sangat menghemat biaya produksi. Selain itu emisi gas buang yang ramah lingkungan dengan level jauh dibawah ambang batas yang dipersyaratkan adalah keunggulan proses kami. Otomatisasi dan komputerisasi juga telah terintegrasi pada unit pirolisis kontinyu kami sehingga mudah dalam operasional serta dilengkapi standar safety yang tinggi.
Mitra bisnis potensial kami :
1. Industri meliputi antara lain pabrik kelapa sawit, pabrik kertas, pabrik kopra, pabrik pengolahan hasil perkebunan dan kehutanan lainnya.
2. Pemerintah Daerah
3. BUMN terkait
Pasar Produk
Bisnis dimulai dari pasar sama halnya untuk produk yang dihasilkan proses pirolisis ini. Disamping kebutuhan energi yang sangat besar, kebutuhan dunia untuk berbagai sistem filtrasi dan pertanian juga sangat besar. Produk arang digunakan untuk domestik rumah tangga, pemanas ruangan dan industri. Aplikasi lain produk arang adalah untuk memperkaya tanah, seperti berbagai penelitian ilmiah terbaru yakni Terra Preta yang telah diujicoba dan dibuktikan berbagai universitas yang terbukti meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produktivitas panen, silahkan baca lebih lanjut biochar dan link terkait. Biooil dan syngas potensial untuk bahan bakar atau pembangkit listrik atau panas. Indonesia dengan area teraliri listrik baru sekitar 60% akan banyak membutuhkan pasokan listrik terutama daerah-daerah terpencil. Selain sebagai bahan bakar biooil ternyata juga potensial untuk berbagai industri kimia. Sedangkan arang aktif mempunyai aplikasi yang luas untuk system filtrasi dan absorben pada berbagai industri dengan kebutuhan ratusan ribu ton hingga jutaan ton tiap tahunnya. Pencemaran air sehingga terkontaminasi di sejumlah kota besar di dunia juga mendorong kebutuhan arang aktif ini.
Kapasitas Pabrik yang kami tawarkan :
1. 60 ton/hari bahan baku akan dihasilkan arang sekitar 20 ton/hari
2. 200 ton/hari bahan baku akan dihasilkan arang sekitar 60 ton/hari
Kontak Person :
Eko SB Setyawan 081328841805
e-mail : eko.sb.setyawan@gmail.com
Mengubah Limbah Sawit menjadi Tambang Emas
Indonesia adalah negara produsen kelapa sawit nomor satu di dunia, luas arealnya hingga 2009 mencapai lebih dari 7 juta ha, dengan produksi CPO sebesar 22 juta ton. Terhitung ada lebih dari 400 pabrik kelapa sawit (PKS) beroperasi di Indonesia dan akan terus ditambah seiring perluasan kebun kelapa sawit dan memenuhi kebutuahan CPO dunia. Kelapa sawit telah menjadi primadona non-migas yang diunggulkan dan diandalkan pemerintah saat ini dan tahun-tahun mendatang.
Masalah lain yang ditimbulkan pada industri kelapa sawit adalah limbah. Limbah terdiri dari limbah padat dan limbah cair, limbah padat berupa tandan kosong, serabut dan cangkang, sedangkan limbah cair berupa sludge oil. Prosentase tandan kosong adalah 23 persen dari tandan buah segar (TBS), sedangkan cangkang 6,5 persen dan serabut 13 persen. Apabila pabrik kelapa sawit berkapasitas 30 ton TBS/jam, maka akan dihasilkan limbah padat sejumlah tandan kosong 6,9 ton/jam atau 165,6 ton/hari, cangkang 1,95 ton/jam atau 46,8 ton/hari dan serabut 3,9 ton/jam atau 93,6 ton/hari.
Dari sebuah industri kelapa sawit kapasitas sedang saja sudah dihasilkan limbah padat sangat banyak, sehingga akan menjadi masalah serius bagi industri kelapa sawit apabila tidak bisa mengolahnya dengan baik. Saat ini kebun dan pabrik kelapa sawit menghasilkan limbah padat dan cair dalam jumlah besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Serat dan sebagian cangkang sawit biasanya terpakai untuk bahan bakar boiler di pabrik, sedangkan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) biasanya hanya dimanfaatkan sebagai mulsa atau kompos untuk tanaman kelapa sawit. Pemanfaatan dengan cara tersebut hanya menghasilkan nilai tambah yang terendah di dalam rangkaian proses pemanfaatannya.
Paling tidak ada ada tiga faktor yang mendorong produksi arang saat ini, yakni satu situasi energi dunia yang masih sangat bergantung pada fossil fuel, kedua Terra Preta, yakni tanah berwarna gelap di Amazon karena tingginya kandungan karbon yang memiliki kesuburan tinggi dan dibuktikan oleh berbagai penelitian ilmiah sehingga dibuatlah komposisi tanah mendekati Terra Preta, dan terakhir produksi arang diberbagai negara berkembang yang masih menggunakan teknologi ala kadarnya dan kadang merusak kelestarian lingkungan.
Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi telah menghitung potensi energi dari biomassa yang besarnya mencapai 50.000 MW, namun yang sudah dimanfaatkan hanya sebesar 302 MW. Salah satu biomassa yang jumlahnya sangat besar dan belum banyak dimanfaatkan adalah limbah pabrik kelapa sawit (PKS) yang jumlahnya mencapai ribuan ton.Limbah pabrik kelapa sawit sangat melimpah. Saat ini diperkirakan jumlah limbah pabrik kelapa sawit (PKS) di Indonesia mencapai 28,7 juta ton limbah cair/tahun dan 15,2 juta ton limbah padat (TKKS)/tahun. Dari limbah tersebut dapat dihasilkan kurang lebih 90 juta m3 syngas. Jumlah ini setara dengan 187,5 milyar ton gas Elpiji. Jumlah syngas ini cukup untuk memenuhi kebutuhan gas satu milyar KK (kepala keluarga) selama satu tahun.Kemudian melalui Kep.Men. No. 1122 K/30/MEM/2002 tentang Distribusi Pembangkit Listrik Skala Kecil, Indonesia mulai mengembangkan energi terbarukan. Tahun 2005 Indonesia mendapatkan bantuan sebesar $ US 500.000 dollar dari ADB (Bank Pembangunan Asia) untuk mengembangkan energi terbarukan dari limbah cair kelapa sawit. Sebuah peluang besar dan menantang untuk mampu mengolah limbah sawit tersebut menjadi produk yang bernilai ekonomi.
Limbah tersebut perlu penanganan segera sehingga konsentrasi pencemaran lingkungan bisa dikurangi dan diatasi. Dengan teknologi pirolisis kontinyu limbah padat industri sawit tersebut akan diubah menjadi produk arang, arang aktif, biooil dan syngas. Arang memiliki harga pasaran internasional antara 200-400 US$/ton sedangkan arang aktif seharga 1000-7000 US$/ton tergantung gradenya. Tandan kosong dan serabut akan diproses menjadi arang sedangkan cangkang sawit akan diproses menjadi arang aktif. Dengan konversi bahan mentah menjadi produk dengan teknologi pirolisis kontinyu sekitar 30%, Anda bisa menghitung berapa besar keuntungan yang didapat. Bahan baku yang bernilai ekonomi rendah atau bahkan tidak berharga akan menjadi sumber income yang besar. Biooil dan syngas akan digunakan untuk intern proses dan mensuplai panas dan listrik di pabrik kelapa sawit.
Meng-uangkan Sampah Kota
Sampah kota telah menjadi permasalahan besar di hampir semua kota besar di Indonesia. Volume sampah semakin hari semakin bertambah berbanding lurus dengan pertambahan jumlah penduduk. Untuk di Indonesia selain tidak ada pemisahan antara sampah organik dan anorganik yang cukup merepotkan pada pengolahan sampahnya juga kesadaran masyarakat untu membuang sampah di tempat yang disediakan perlu dibudayakan dan ditingkatkan. Tidak sedikit juga masyarakat yang membuang sampahnya ke sungai yang potensial dan sudah beberapa kali terbukti sebagai salah satu penyebab banjir. Berbagai program digulirkan pemerintah untuk merubah perilaku masyarakat tersebut ditambah biaya besar, tetapi seberapa efektif perlu kita cermati dan analisis bersama. Hampir semua tempat pembuangan akhir sampah ini terlihat kumuh dengan bau yang tidak sedap. Lingkungan sekitar tempat pembuangan akhir otomatis adalah lingkungan yang tidak sehat.
Salah satu masalah lingkungan hidup yang memerlukan penanganan serius adalah lingkungan hidup perkotaan, yaitu pencemaran tanah, air dan udara. Sampah adalah sumber utama pencemaran tanah dan air. Volume sampah di kota-kota besar di Indonesia terus bertambah, seiring dengan pertambahan penduduk. Jumlah sampah di kota metropolitan Jakarta rata-rata 0,65kg, di Surabaya 0,52 kg dan Bandung 0,50 kg/orang/hari. Dengan jumlah penduduk sekitar delapan juta jiwa, DKI Jakarta setiap hari menghasilkan sekitar 6.250 ton atau sekitar 25.650 meter kubik. Jika sampah sebanyak ini diangkut dengan truk berkapasitas lima ton-seukuran truk kebersihan kota Jakarta-setiap hari akan terjadi antrean 1.250 truk menuju tempat pembuangan sampah.
Volume sampah yang dihasilkan suatu komunitas kota sangat besar tiap harinya dan cenderung meningkat. Tempat pembuangan akhir dalam waktu singkat akan segera overload untuk kapasitas sampah tersebut. Simak saja seperti kota Depok yang diperkirakan hanya mampu sampai 2013, Yogyakarta sampai 2012, dan Jakarta sudah sangat sering terusik oleh masalah sampah ini. Dan ketika tempat pembuangan akhir hendak diperbesar kapasitasnya dengan menambah alokasi lahan, simaklah betapa banyak masyarakat yang keberatan hingga berdemo untuk menolak rencana tersebut. Pola sistem sanitary landfill (penumpukan sampah) di TPA itu sudah dinilai tak sesuai dengan kondisi zaman. Tak hanya itu, pola tersebut juga bisa membahayakan warga sekitarnya semisal longsor karena tingginya tumpukannya. Belum lagi, sering terjadinya ledakan sampah akibat gas metan yang pada akhirnya menimbulkan kebakaran. Selain masalah daya tampung tempat pembuangan akhir, jumlah armada pengangkut juga belum mencukupi sehingga banyak sampah tetap mencemari lingkungan dan berakibat buruk pada kesehatan.
Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi sampah kota ini yang jumlahnya bisa mencapai puluhan ton dan menggunung tergantung jumlah penduduk di kota tersebut. Pembusukan yang menghasilkan bau yang tidak sedap dan gas metana ini perlu mendapat penanganan serius dan professional. Ada sejumlah cara yang digunakan untuk mengatasi masalah sampah ini, tetapi cara terbaik dengan seluruh sampah bisa dimanfaatkan dan bernilai tambah secara optimal adalah keinginan semua pihak.
Hingga saat ini, penanganan sampah tersebut belum optimal. Menurut BPS tahun 1999, baru 11,25% sampah didaerah perkotaan yang diangkut petugas, 63,35% ditimbun/dibakar, 6,35% sampah dibuat kompos, dan 19,05% sampah dibuang ke kali/sembarangan. Sedangkan didaerah pedesaan sebanyak 19% sampah diangkut oleh petugas, 54% ditimbun/dibakar, 7% sampah dibuat kompos dan 20% dibuang ke kali/sembarangan.
Cara paling mudah adalah dilakukan sortasi antara sampah organik dan sampah anorganik. Pemulung hanya mengambil bahan-bahan yang laku dijual mulai dari logam, kardus dan plastik tipe tertentu. Sedangkan sampah organik setelah dipisahkan bisa diolah lebih lanjut menjadi kompos. Lalu bagaimana dengan sampah plastik yang tidak diambil pemulung dan tidak bisa diurai tanah (non-recycle and non-reuseable plastic)?
Teknologi pirolisis kontinyu mampu mengolah limbah tersebut hingga menjadi produk bahan bakar yang bernilai jual. Plastik adalah produk turunan dari minyak bumi yang komposisinya adalah hidrokarbon, ketika bahan tersebut dipirolisis maka produk berupa hidrokarbon kembali terbentuk dan Anda bisa segera mengaplikasikan sebagai bahan bakar komersial sebagai substitusi minyak tanah. Jika tidak memiliki resource untuk mengolah sampah organik menjadi kompos alternatif dengan pirolisis bisa menjadi solusi terbaik, produk arang, biooil akan bisa kita ambil dengan nilai jual tinggi, sedangkan syngas potensial sebagai pembangkit listrik.
Cara lain yang juga tidak kalah praktis adalah membakarnya langsung dalam incinerator. Memang terlihat praktis tetapi ada berbagai side effect penggunaan incinerator antara lain pembakaran menimbulkan polusi udara tinggi, panas pembakaran tidak te-recovery, dan hanya dihasilkan abu yang nilai jualnya sangat rendah. Energi semestinya dimanfaatkan dengan bijak apalagi era krisis energi membayangi di depan mata. Pilihan ada di tangan Anda, apakah tetap mempertahankan cara lama dengan banyak efek negatif bagi lingkungan dan nyaris tanpa nilai tambah ataukah menggunakan pilihan teknologi yang mampu menjadi solusi sampah tersebut dan menghasilkan produk energi yang memang sangat dibutuhkan oleh semua pihak?
Ban-ban bekas mobil atau truk Anda menumpuk dan hanya menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Daerah-daerah pertambangan dengan ribuan dumptruck-nya ataupun perkotaan besar mengalami masalah untuk mengolah tumpukan bekas. Mengapa tidak mengolahnya lagi menjadi produk bahan bakar yang memang akan selalu Anda butuhkan? Teknologi pirolisis kontinyu kembali mampu memberikan solusi bagi Anda. Ban yang pembuatanya berasal dari material antara lain karet, arang, dan berbagai hidrokarbon sebagai perekat campurannya akan kembali terdekomposisi menjadi produk bahan bakar cair dan padat. Syngas yang dihasilkan akan optimal sebagai pembangkit listrik Anda. Masalah Anda teratasi, tidak menimbulkan kerusakan lingkungan dan mendapatkan nilai tambah dari produk akhirnya. Selain analisis ekonomi dan aspek lingkungan, tools neraca massa dan neraca energi akan Anda butuhkan untuk menganalisis seberapa efektif teknologi ini. Dan akhirnya pilihan ada di tangan Anda!
Limbah Industri Hasil Hutan : Jadikan Berkah Bukan Masalah
Indonesia sebagai negara yang berada di daerah tropis memiliki kawasan hutan yang luas sebagai paru-paru dunia sekaligus menobatkan sebagai negara kedua setelah Brazil tentang kekayaan keanekaragaman hayatinya. Berbagai produk industri hasil hutan telah familier dan dimanfaatkan manusia sejak ribuan tahun silam. Kayu adalah produk paling populer disamping rotan dan damar. Aplikasi kayu telah merambah berbagai lini kehidupan manusia.
Pengolahan kayu khususnya akan menghasilkan berbagai limbah-limbah seperti serbuk gergaji dan serpihan kayu. Beberapa industri pengolah kayu tersebut menggunakan limbah tersebut sebagai bahan bakar untuk mengeringkan atau mengoven kayu sehingga mencapai kadar air tertentu untuk selanjutnya diolah lebih lanjut. Sedangkan banyak juga kita jumpai limbah tersebut hanya dibuang ke lingkungan seperti membuang serbuk gergaji ke sungai yang akan menimbulkan pencemaran lingkungan.
Teknologi pirolisis kontinyu bisa sebagai solusi untuk mengatasi masalah limbah industri kehutanan tersebut. Sementara industri membutuhkan panas dan listrik untuk operasional produksi mereka, nilai tambah berupa arang, dan biooil akan menyumbang nilai ekonomi yang besar bagi usaha mereka.
Secara umum industri berbasis hasil hutan dan limbah padat organiknya berupa biomassa bisa ditingkatkan nilai tambahnya dengan teknologi pirolisis kontinyu ini selain bisa me-recovery energinya sebagai pemanas dan pembangkit listrik. Operasional yang mudah dengan otomatisasi dan emisi gas buang ramah lingkungan dengan emisi gas buang kurang dari seperempat dari ambang batas yang dipersyaratkan memberi nilai plus menambah efisien proses produksi berbasis hasil hutan Anda sehingga produknya semakin kompetitif.
Negeri Nyiur Melambai : Mendulang Emas dari Industri Kopra
Indonesia adalah negara yang memiliki luas perkebunan kelapa nomer 1 di dunia. Luas kebun kelapa Indonesia 3,712 juta hektar (31,4% luas kebun kelapa dunia) dengan produksi kelapa kurang lebih 12,915 milyar butir (24,4% produksi dunia). Bobot tempurung kelapa mencapai 12% dari bobot buah kelapa. Dengan berat sebutir kelapa rata-rata 1,5 kg, maka potensi tempurung kelapa Indonesia yaitu 2324,7 juta ton/tahun.
Sejumlah daerah sentra-sentra kelapa di Indonesia seperti Riau, Lampung, Jambi, dan Gorontalo banyak mengolah kelapa menjadi kopra dan minyak baik minyak goreng atau minyak kelapa murni atau VCO (virgin coconut oil). Limbah berupa tempurung kelapa sangat potensial untuk dijadikan arang aktif berkualitas tinggi. Untuk menjadi arang aktif bahan baku berupa tempurung kelapa harus diarangkan dengan pirolisis. Proses pirolisis secara tradisional memakan waktu berjam-jam, mencemari lingkungan dan tidak ada heat recovery.
Teknologi pirolisis kontinyu mampu menghasilkan produk arang berkualitas tinggi dan produk biooil serta syngas. Selain analisis ekonomi dan aspek lingkungan, tools neraca massa dan neraca energi dapat digunakan sebagai analisis efisiensi suatu teknologi proses. Produk biooil dan syngas juga merupakan bahan bakar yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti bahan bakar tungku, pemanas dan pembangkit listrik. Aspek lingkungan juga merupakan aspek utama yang menjadi fokus kami terbukti dari emisi gas buang proses pirolisis kami jauh dibawah standar emisi gas buang yang dipersyaratkan dan opasitas 0%.
Biochar Produk Potensial dari Pirolisis
Biochar adalah arang yang diproduksi menggunakan suhu tinggi dengan bahan baku limbah-limbah pertanian, kotoran hewan ataupun berbagai limbah pertanian lainnya. Biochar memberikan banyak keuntungan bagi lingkungan. Berbagai kajian menunjukkan bahwa produktivitas panen akan meningkat dengan menambahkan biochar ke dalam tanah. Selain itu ada biochar di dalam tanah akan mereduksi gas rumah kaca di atmosfer secara significant ketika diaplikasikan pada lahan pertanian.
Biochar adalah supplement tanah yang sangat potensial meningkatkan kemampuan tanah. Sebagai arang yang mengandung bahan organik tinggi, biochar adalah produk yang diproduksi dari tanaman, limbah pertanian, kotoran hewan ataupun bahan organik lain dengan proses pirolisis. Pirolisis pada dasarnya adalah dekomposisi kimia suatu bahan organik sehingga dihasilkan bahan yang stabil dengan suhu tinggi dan hampa udara. Kuantitas dan kualitas biochar ditentukan oleh bahan baku, suhu pirolisis dan waktu pirolisis. Ada dua teknologi pirolisis yang dikenal saat ini yakni pirolisis cepat yakni memproduksi biochar dalam beberapa detik dan pirolisis lambat yakni memproduksi biochar selama berjam-jam.
Ada tiga macam output yang dihasilkan dari system produksi biochar yakni syngas, bio-oil dan biochar. Di samping sebagai supplement tanah biochar juga bisa dibakar sebagai sumber energi yakni untuk memasak dan pemanas. Negara-negara empat musim ketika musim dingin membutuhkan pemanas ruangan yang dibakar di tungku-tungku di dalam rumah. Ada tiga keuntungan utama dari aplikasi biochar sebagai suplemen tanah yakni deposit karbon di tanah, mereduksi gas rumah kaca dan meningkatkan kesuburan tanah.
Keuntungan penambahan arang (biochar) ke tanah :
-Memperbaiki & mempercepat pertumbuhan
-Mengurangi penggunaan pupuk
-Mengurangi sejumlah nutrisi hilang/tercuci
-Mengurangi gas rumah kaca dengan cara menyerap CO2 dari atmosfer
-Memperbaiki kemampuan menyerap air
-Menambah jumlah mikroba dan jasad renik di dalam tanah
Sebagai deposit karbon di tanah biochar bekerja dengan cara mengikat dan menyimpan CO2 dari udara untuk mencegahnya terlepas ke atmosfir. Kandungan karbon yang terikat dalam tanah jumlahnya besar dan tersimpan hingga waktu yang lama, diestimasi ratusan hingga ribuan tahun, tetapi perhitungan secara persis tentang jumlah CO2 yang bisa diikat sangat jarang tersedia. Seorang ilmuwan menyatakan bahwa untuk area 250 hektare mampu mengikat 1900 ton CO2 dalam setahun.
Gas rumah kaca utama sering dikaitkan sektor pertanian yakni nitrogen oksida dan metana. Tanah sehabis panen dan tanah gembalaan adalah sumber nitrogen oksida dari pertanian. Kotoran ternak dan proses fermentasi adalah sumber gas metana. Ketika diaplikasikan ke tanah, biochar dapat mengurangi gas rumah kaca dengan mereduksi nitrogen oksida. Emisi dari nitrogen oksida kira-kira 300 kali lebih kuat dari gas karbondioksida, menurut hasil penelitian dapat direduksi hingga 40 persen. Studi di laboratorium menyatakan bahwa reduksi nitrogen oksida dipengaruhi oleh uap air di tanah dan aerasi tanah. Gas rumah kaca bisa direduksi antara 12 hingga 84 persen lebih banyak jika biochar diaplikasikan di tanah.
Biochar meninggalkan berbagai nutrisi yang bisa dimanfaatkan tanaman dan menyuburkan tanah. Infiltrasi sejumlah nutrisi berbahaya dan pestisida ke air tanah dan erosi tanah bersama aliran air juga bisa dikurangi dengan penggunaan biochar. Biochar bisa diusahakan di sejumlah negara berkembang karena ketersediaan bahan baku yang berlimpah. Permintaan biochar untuk aplikasi pertanian ini sangat besar dari berbagai negara di dunia, dan Indonesia sangat potensial sebagai produsen utama mengingat melimpahnya bahan baku yang tersedia antara lain dari limbah industri sawit dan pabrik gula.
Biooil : Bahan Bakar Terbarukan dan Bahan Industri Kimia dari Biomassa
Biooil adalah cairan kental berwarna kehitaman yang memiliki unsur penyusun yang sama seperti biomassa. Biooil tidak seperti persepsi minyak yang kita pahami pada umumnya, tetapi biooil terbuat dari berbagai senyawa oksigenat organik yang berbeda-beda dan tidak bercampur dengan bahan bakar minyak. Hal ini karena tingginya kadar air sekitar 15-20% yang berfungsi juga sebagai pengikat rausan molekul yang berbeda yang oleh para ilmuwan disebut sebagai emulsi mikro. Crude bio-oil dapat digunakan pemanas rumah tangga dan pembangkit listrik untuk skala besar ataupun dimurnikan untuk menjadi bahan bakar yang lebih efisien dan berbagai kebutuhan industri kimia. Seperti halnya petroleum fuel, bio-oil dapat dimurnikan dan dibentuk menjadi berbagai bahan bakar dan bahan kimia.
Bio-oil diproduksi dari reaksi yang yang disebut pirolisis, yang mendekomposisi suatu bahan dengan aplikasi panas dan hampa udara. Untuk membuat bio-oil, biomassa dikenai proses pirolisis cepat (fast pyrolisis) yakni dipanaskan pada suhu tinggi dengan waktu sangat singkat. Selama pirolisis biomassa tersebut akan terdekomposisi menjadi arang, aerosol dan uap air. Setelah didinginkan dan diembunkan segera, maka akan tampak adanya bahan bakar bio-oil tersebut. Jika proses ini dilakukan dengan sukses maka akan dihasilkan tiga fase produk yakni padat, cair dan gas. Tidak ada hal yang baru dalam pirolisis. Pirolisis lambat dengan suhu rendah telah dilakukan selama berabad-abad dan dikenal pada proses pembuatan arang. Sedangkan pirolisis cepat (fast pyrolisis) baru dikenal dan dijalankan oleh sejumlah scientist sekitar tigapukuh tahun yang lalu dan dipelajari mekanismenya dan untuk menemukan proporsi yang sesuai antara produk cair, padat dan gas. Dengan mempercepat pemanasan dan mencapai suhu 500 C dalam beberapa detik, kita dapat memaksimalkan phase cairannya bahkan sampai dengan 75% biooil dibandingkan dengan bahan baku yang diumpankan.
Bio-oil adalah sumber energi alternatif yang menarik untuk sejumlah alasan tertentu. Khususnya bahan bakar ini merupakan energi terbarukan dan diproduksi dari bahan baku yang dikategorikan sebagai limbah. Penggunaan sederhana crude biooil adalah untuk bahan bakar rumah tangga di tungku dan boiler dengan sedikit modifikasi. Penggunaan lebih lanjut dari biooil untuk berbagai aplikasi terbuka lebar. Sebagai contoh biooil dapat diupgrade dan menggantikan bahan bakar diesel melalui hidrogenasi dan memecah senyawa speesifiknya untuk dijual ke sejumlah industri. Penambah citarasa, pupuk organik dan aditif bahan bakar dapar diproduksi dari bio-oil. Energi yang dihasilkan dari biooil juga lebih bersih dari bahan bakar fossil. Hal ini antara lain selama pembakaran dalam turbin gas, biooil mengeluarkan 50 persen nitrogen oksida lebih sedikit. Baik sebagai energi maupun sebagai sumber bahan kimia, bio-oil adalah bahan bakar terbarukan paling serbaguna dari biomassa.